2.1. Partai Politik
Partai Politik adalah
organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara
Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan
negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. (UU no 2 Tahun 2011)
Sifat dasar partai
politik adalah perolehan kekuasaan atas nama rakyat yang dilakukan melalui
Pemilu. Bila menang dalam Pemilu, partai politik akan memegang kekuasaan melalui
jalur pengambil keputusan (eksekutif) dan jalur pembuat kebijakan (legislatif).
Setiap keputusan yang dibuat oleh partai politik melalui kedua jalur tersebut
selalu mengatasnamakan rakyat, dan berdampak luas terhadap kehidupan rakyat.
Oleh karena itu partai polifik seharusnya memastikan bahwa setiap tindakannya dilakukan
demi rakyat yang diwakilinya, bebas dari politik uang dan pengaruh kelompok
kepentingan (vested interestgroup).
Namun, pada
kenyataannya, sulit sekali melepaskan partai politik dari pengaruh kelompok
kepentingan karena kehidupan partai politik justru tergantung pada sumbangan
yang diterimanya. Sangat mudah bagi kelompok kepentingan untuk mempengaruhi
partai politik melalui sumbangan yang diberikannya. Bila ini terjadi, orientasi
partai politik bukan lagi kepada rakyat melainkan kepada kepentingan para donaturnya.
Oleh karena An pembatasan sumbangan kepada parpol mutlak diperlukan. Selain
itu, laporan keuangan yang transparan dan bertanggungjawab dapat menghindari
terjadinya politik uang karena setiap pemasukan dan pengeluaran keuangan akan
tercatat dan diinformasikan dengan jelas. Akibatnya, para pelaku politik tidak
akan bisa mengalokasikan uang partai politik untuk tujuan-tujuan yang tidak
bisa dipertanggungjawabkan atau yang melawan peraturan dan perundangan yang
berlaku. Kejadian di mana para pelaku politik membagi-bagikan uang untuk mempengaruhi para pemilih tidak
mungkin lagi terjadi. Laporan
keuangan yang transparan dan bertanggungjawab juga akan menghindari pemakaian fasilitas
publik untuk kepentingan
partai politik tertentu karena laporan keuangan seperti ini seharusnya memisahkan dan
merinci setiap dana/fasilitas yang diperoleh.
Persoalan transparansi
atas pendanaan partai politik masih menjadi tantangan hingga saat ini. Harapan
publik untuk dapat mengakses dokumen laporan keuangan masih sulit dijamin.
Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan partai politik adalah
keniscayaan karena sebagai institusi publik partai politik mempunyai peran
besar dalam menjaga demokrasi dan mengelola pemerintahan. Namun komitmen partai
politik untuk terbuka dan mempertanggungjawabkan dana partai sangat lemah.
Secara khusus, fenomena pelaporan keuangan yang kurang baik itu sekaligus
memperlihatkan bahwa partai politik tidak disiplin dalam mencatat penerimaan,
pengelolaan, dan pengeluaran dana partainya. Berdasarkan hal-hal di atas,
laporan keuangan yang transparan dan bertanggungjawab mutlak diperlukan. Untuk
mencapainya harus diupayakan adanya standar akuntansi keuangan bagi partai
politik, pedoman audit partai politik, dan pedoman, peraturan, serta prosedur
pelaporan dana kampanye pada kegiatan Pemilu.
2.2. Aturan yang
mengatur Audit Partai Politik
Peraturan mengenai partai politik telah diatur dengan
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011, sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 2
tahun 2008 tentang Partai Politik. Keuangan partai politik bersumber dari iuran
anggota, sumbangan, maupun bantuan keuangan dari APBN/APBD. Dalam pasal 34A
ayat 1 menyebutkan bahwa partai politik wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara berkala 1 (satu)
tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Tujuan audit oleh BPK tersebut adalah untuk menilai kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan bantuan pemerintah dan
efektivitas dan operasi penggunaan dana bantuan pemerintah. Audit dilaksanakan
berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Dalam
pasal 38 UU No 2 th 2011 dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan laporan
pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan partai politik terbuka
untuk diketahui masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa seharusnya masyarakat
dapat mengetahui dan mengakses atas pelaporan keuangan partai. Namun
kenyataannya masih sangat sulit untuk menerapkan transaparansi atas keuangan
partai politik. Pasal 39 dari undang-undang ini menyatakan bahwa:
1.
Pengelolaan keuangan Partai Politik
dilakukan secara transparan dan akuntabel
2.
Pengelolaan keuangan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh akuntan publik setiap 1 (satu)
tahun dan diumumkan secara periodic
3.
Partai Politik wajib membuat laporan
keuangan untuk keperluan audit dana yang meliputi:
·
laporan realisasi anggaran Partai
Politik
·
laporan neraca; dan
·
laporan arus kas.
Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2002
tentang partai politik, pasal 9 sebagai dasar hukum penyelenggaraan akuntansi
bagi partai politik yang menjelaskan bahwa:
§ Partai
politik diwajibkan untuk membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah
sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan
pemerintah.
§ Partai
politik diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan dan laporan dana
kampanye pemilihan umum kepada Komisi Pemilihan Umum.
§ Partai
politik diwajibkan membuat laporan keuangan secara berkala 1 (satu) tahun
sekali dan memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum serta
menyerahkan laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik kepada Komisi
pemilihan Umum paling lambat 6 (enam) bulan setelah hari pemungutan suara.
Keputusan KPU
No. 30/2004 Mengatur Audit Keuangan dan Dana Kampanye Partai dan Calon
Presiden-Wapres :
Calon presiden dan
calon wakil presiden bisa ditanya mengenai asal-usul dana kampanye mereka
apabila ditemukan ada penyumbang anonim atau penyumbang yang tidak masuk daftar
penyumbang. presiden dan wakil presiden bisa ditanya tentang identitas
sebenarnya dari penyumbang itu serta alasan tidak dimasukkannya nama donatur. Hal
itu merupakan salah satu butir dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No.
30 Tahun 2004 Tentang Panduan Audit Laporan Keuangan Partai Politik dan Audit
Laporan Dana Kampanye Peserta Pemilihan Umum yang diterbitkan oleh KPU 21 April
lalu.
Secara keseluruhan isi
keputusan ini mencakup Juklak untuk audit laporan dana kampanye Parpol dan
calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan audit laporan dand kampanye
pasangan calon presiden dan wakil presiden. Semua ketentuan mengenai hal-hal
ini diatur dalam Pasal 2, 3, dan 4 keputusan ini, yang kemudian dirinci di dalam
lampirannya. Rincian di dalam lampiran itu mencakup 3 pokok bahasan besar,
yaitu penerapan prosedur yang disepakati atas laporan dana kampanye Pemilu;
prosedur pemeriksaan atas dana kampanye calon anggota DPD; penerapan prosedur
yang disepakati atas laporan dana kampanye pasangan calon presiden dan wakil
presiden. Ketiga pokok bahasan itu masing-masing dirinci dengan jelas dan
detail mengenai bagaimana prosedur pemeriksaan atas saldo awal, sumbangan
nonkas dari partai dan para calon, dan seterusnya. Pendek kata, ketentuan
mengenai mekanisme audit di keputusan ini sudah jelas dan rinci.
Audit yang dimaksud
dalam keputusan KPU ini adalah audit umum untuk menyatakan pendapat (opini)
akuntan atas kewajaran penyajian laporan keuangan tahunan partai politik. Sedangkan
audit atas laporan dana kampanye peserta Pemilu adalah audit sesuai prosedur
yang disepakati (agreed upon procedures). Sedangkan laporan keuangan parpol
adalah laporan yang mencakup periode 1 Januari hingga 31 Desember.
Selambat-lambatnya 3 bulan setelah akhir tahun buku yang bersangkutan, parpol
menyerahkan laporan keuangan tahunan kepada kantor akuntan publik.
Peraturan Komisi
Pemilihan Umum no 07 tahun 2010 tentang Pedoman Audit laporan dana kampanye
pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pemilihan umum
kepala daerah dan wakil kepala daerah :
·
Pasal 1 “Pedoman Audit Dana Kampanye
Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, selanjutnya disebut Pedoman Audit Laporan
Dana Kampanye, adalah untuk lebih memudahkan kantor akuntan publik dalam
melaksanakan audit laporan dana kampanye pasangan calon serta Tim Kampanye.”
·
Pasal 2 “Audit oleh kantor akuntan
publik atas laporan dana kampanye pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah adalah audit sesuai prosedur yang disepakati (agreed upon procedures).”
·
Pasal 2 “(1) Kantor akuntan publik wajib
menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas) hari sejak diterimanya
laporan dana kampanye dari KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.” “(2) Dalam
melakukan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kantor akuntan publik
berpedoman pada :
§ Panduan
audit laporan dana kampanye pasangan calon, yang ditetapkan oleh KPU
bekerjasama dengan Institut Akuntan Publik Indonesia yang merupakan anggota
Ikatan Akuntan Indonesia.
§ KPU
Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dapat menambah prosedur sepanjang disetujui
oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dan KAP
Tidak memadainya
laporan keuangan yang dimiliki oleh partai politik ini disebabkan karena
kemampuan pengelolaan keuangan partai yang rendah. Selain itu, juga disebabkan
tidak adanya standar akuntansi keuangan yang layak dan komprehensif untuk
partai politik. Standar yang dipakai saat ini yakni PSAK No. 45 tentang
Pelaporan Keuangan untuk Organisasi Nirlaba :
PSAK
adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, yang dalam hal ini adalah PSAK No
45 yaitu tentang Standar Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dalam audit yang dikordinir oleh IAI untuk
dana kampanye dan laporan keuangan partai politik, PSAK 45 inilah yang
dijadikan dasar.
Mencermati
karakteristik partai politik yang berbeda dengan organisasi nirlaba umumnya,
maka penggunaan PSAK 45 ini kurang tepat untuk digunakan dasar sebagai standar
pelaporan keuangan partai politik. Karakteristik partai politik ini yang
pertama, tujuan partai politik adalah untuk meraih kekuasaan. Sehingga perlu
aturan khusus menyangkut keuangan sebagai bentuk upaya pencegahan praktek
korupsi politik (money politic) dan dominasi kelompok kepentingan. Kedua,
adanya agenda besar lima tahunan yaitu pemilu yang akan menyedot dana yang
besar dengan keterlibatan publik yang besar juga. Ketiga, adanya aturan-aturan
khusus menyangkut partai politik, sehingga berkaitan dengan keuangan partai
politik. Selain itu masih ada beberapa perbedaan antara partai politik dengan
organisasi nirlaba antara lain sumbangan yang diterima dibatasi jumlahnya,
wajib melaporkan daftar nama penyumbang, hasil kegiatan berupa kekuasaan
politik, dan Akuntabilitasnya berupa bersih dari politik uang, kepatuhan hukum,
janji politik kepada konstituen.
Mengenai
perbedaan karakteristik ini tidak bisa dibantah lagi, yang menjadi persoalan
kemudian apakah dengan perbedaan ini diperlukan sebuah standar khusus untuk
partai politik. Mengenai hal ini terdapat tiga pendapat. Pertama mengatakan
PSAK 45 dapat dipakai sebagai standar akuntansi keuangan partai politik, karena
secara umum karakteristik antara organisasi nirlaba dengan partai politik
adalah sama. Pendapat ini juga menyatakan bahwa yang dibutuhkan hanya sebatas
pedoman pembuatan laporan keuangan berdasarkan aturan perundang-undangan yang
ada untuk melengkapi penggunaan PSAK 45 sebagai standar.
Pendapat kedua
menyatakan tidak perlu membuat standar akuntansi keuangan khusus partai politik
tetapi yang diperlukan adalah modifikasi PSAK 45 sehingga memenuhi unsur
transparansi dan akuntabilitas yang disyaratkan oleh undang-undang. Modifikasi
ini tentunya juga harus diikuti dengan pedoman pencatatan dan pembuatan laporan
keuangan. Sedangkan pendapat ketiga menyatakan perlu dibuat standar akuntansi
keuangan khusus partai politik. Seperti telah dijelaskan, dasar pendapat ketiga
ini adalah perbedaan karakteristik yang sangat spesifik antara organisasi
nirlaba pada umumnya dengan partai politik.
Apa yang dilakukan oleh
IAI saat ini adalah menggunakan PSAK 45 sebagai standar akuntansi keuangan partai
politik dan menambahkannya dengan panduan audit partai politik dan dana
kampanye. Panduan audit ini diharapkan mampu menjawab tuntutan masyarakat
terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik, dimana partai
politik adalah institusi publik yang tentunya harus mempertanggungjawabkan
kegiatannya khususnya menyangkut masalah keuangan kepada publik.
Panduan audit yang
dibuat oleh IAI juga merupakan bagian dari amanah UU No 31 Tahun 2002 tentang
partai politik yang mensyaratkan laporan keuangan partai politik, termasuk dana
kampanye harus diaudit oleh kantor akuntan publik sebelum disampaikan kepada
KPU. Panduan ini diharapkan dapat melengkapi PSAK 45 sebagai sebuah standar
pelaporan keuangan, agar tidak ada interpretasi yang salah atau tidak adanya
interpretasi yang sama antar kantor akuntan publik dalam mengaudit laporan
keuangan partai politik.
Interpretasi yang sama
antar kantor akuntan publik ini penting mengingat PSAK 45 tidak sepenuhnya
dapat menjelaskan karakteristik partai politik sebagai organisasi nirlaba.
Dengan Interpretasi yang sama ini diharapkan baik kantor akuntan publik besar
maupun kecil dapat melakukan audit sesuai dengan standar yang berlaku.
Panduan audit laporan
keuangan partai politik ini juga dimaksudkan untuk membantu auditor independen
dalam mengaudit laporan keuangan partai politik, termasuk anggota DPD dan calon
pasangan capres. Pentingnya pedoman ini agar hasil audit nantinya dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau mendekati kebenaran potret keuangan.
Karena bagaimanapun kredibilitas kantor akuntan publik ditentukan oleh kualitas
jasa yang diberikannya. Namun sayangnya pedoman audit yang dibuat IAI belum
mampu untuk menjawab tuntutan masyarakat menyangkut transparansi dan keuangan
partai politik. Kasus penerimaan dana dari pemerintah oleh partai politik dan
pasangan capres/cawapres melalui dana nonbujeter Departemen Kelautan dan
Perikanan menjadi buktinya.
2.3. Audit atas
Laporan Keuangan Partai
Beberapa jenis audit yang akan
dilakukan terhadap laporan keuangan partai politik adalah sebagai berikut:
§ Audit atas Laporan Keuangan Tahunan
Audit
atas laporan keuangan tahunan partai politik dilakukan oleh auditor independen
yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP). Dalam hal ini partai politik melakukan
seleksi dan penetapan KAP sesuai dengan prosedur internal Partai. Dalam
menentukan KAP, partai politik harus memperhatikan validitas KAP mengingat
banyak terjadi praktik pemalsuan terhadap KAP. Karena itu sebelum menunjuk KAP,
partai dapat melakukan konsultasi kepada asosiasi profesi akuntan publik yaitu
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengenai tata cara dan validitas KAP. Dalam
setiap audit, KAP harus melakukan audit berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan lAPI. Dalam setiap audit KAP dengan partai politik harus dilengkapi
dengan perikatan/kontrak yang mengatur tentang audit tersebut. KAP akan
menyediakan proposal perikatan sekaligus dapat digunakan sebagai
perikatan/kontrak.
Dalam melaksanakan audit KAP akan menjalankan
serangkaian prosedur yang diperlukan seperti melakukan wawancara, inspeksi
dokumen dan catatan, pengujian fisik, dan konfirmasi kepada pihak ketiga serta
surat representasi dari partai politik. Pekerjaan KAP dituangkan dalam kertas
pemeriksaan dimana kertas kerja tersebut akan disimpan KAP. Produk dari audit
oleh KAP adalah laporan auditor independen yang memuat pendapat auditor atas
laporan keuangan yang disajikan oleh partai politik. Partai politik dapat
meminta KAP untuk melakukan jenis audit lain yang relevan yang diperlukan oleh
partai politik terkait dengan pelaporan keuangan.
§ Audit atas laporan pertanggungjawaban
dana bantuan keuangan partai politik dari pemerintah
Audit
atas laporan pertanggungjawaban bantuan keuangan pemerintah dilakukan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehubungan dengan bantuan yang diterima
merupakan lingkup keuangan Negara. Tujuan audit tersebut adalah untuk menilai
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan bantuan
pemerintah dan efektivitas dan operasi penggunaan dana bantuan. Audit oleh BPK
dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yaitu suatu
standar pemeriksaan yang diterbitkan oleh BPK yang harus dijalankan dan ditaati
oleh setiap pemeriksa keuangan Negara. Karena itu termasuk audit laporan ini,
BPK harus menjalankan audit berdasarkan SPKN.
Dua
hal utama yang selalu menjadi temuan BPK atas audit laporan pertanggungjawaban
dana bantuan partai politik adalah penggunaan dana bantuan yang tidak sesuai
ketentuan dan tidak adanya bukti-bukti transaksi yang lengkap dan sah
Beberapa
contoh temuan BPK atas penggunaan dana bantuan partai politik yang tidak sesuai
ketentuan adalah sebagai berikut:
[
Pembayaran honorarium (berdasarkan peraturan terbaru yaitu Permendagri no. 24
tahun 2009 sudah tidak ada lagi alokasi biaya untuk honorarium/gajistaf)
[
Pembebanan biaya kunjungan musibah anggota partai politik yang sakit pada biaya
perjalanan dinas
[
Pembebanan biaya sewa gedung pada biaya pemeliharaan
[
Pembebanan biaya sewa hotel dalam rangka musyawarah cabang luar biasa pada
biaya administrasi umum
[
Pembebanan biaya angsuran kendaraan bermotor
§ Audit atas Laporan Dana Kampanye
Laporan
dana kampanye partai politik pada saat kampanye pemilu legislative dilakukan
audit oleh KAP yang ditunjuk oleh KPU. Audit oleh KAP terhadap laporan dana
kampanye dilakukan dengan menggunakan metode audit prosedur disepakati (audit
upon procedure/AUP). Dalam hal ini, KAP tidak memberikan suatu opini atas
penyajian laporan dana kampanye, melainkan KAP menjalankan prosedur yang sudah
ditentukan oleh KPU kemudian melaporkan hasil pelaksanaan prosedur kepada KPU.
Kesimpulan dan tindak lanjut hasil audit ini merupakan wewenang KPU. Prosedur
audit didasarkan kepada Peraturan KPU terkait.
2.4. Persiapan
menghadapai proses Audit
Dalam setiap proses audit yang
dilaksanakan baik oleh KAP maupun oleh BPK maka beberapa hal yang perlu
disiapkan adalah:
§ Kelengkapan laporan keuangan
Laporan
keuangan atau laporan lainnya harus sudah tersedia dan disiapkan sendiri oleh
partai politik. KAP tidak bertugas untuk menyiapkan laporan keuangan atau jenis
laporan lainnya, karena laporan keuangan adalah tanggung jawab partai politik.
Tanggung jawab KAP atau BPK adalah melakukan audit berdasarkan standar auditnya
masing-masing. Kelemahan utama partai politik adalah laporan keuangan belumsiap
pada saat diaudit akibat dari pengendalian internal yang tidak baik.
§ Tersedianya tenaga pendamping
Perlu
tenaga pendamping bagi audit oleh KAP atau BPK. Tenaga pendamping tersebut
bertugas membantu proses pemeriksaan dan sebagai jembatan komunikasi antara
partai dengan auditor. Tenaga pendamping dapat merupakan personel yang berbeda
dari staf akuntansi.
§ Tersedianya ruangan/tempat bagi staf
auditor
Karena
auditor memerlukan pemeriksaan dokumen maka sebaiknya partai menyediakan suatu
ruangan khusus bagi auditor sehingga dokumen tidak dibawa keluar kantor partai.
§ Tersedianya surat penugasan dari KAPatau BPK
Dalam
setiap penugasan staf auditor harus di lengkapi dengan surat tugas dari kantor
masing-masing KAP atau BPK untuk memasti kan bahwa personel yang ditugaskan
adalah benar. Penugasan dipimpin oleh partner akuntan publik dari KAP atau
pejabat tertentu dari BPK. Partner akuntan publik dari KAP merupakan personel
yang memegang ijin Akuntan Publik dari Pemerintah. Memberikan penjelasan/
keterangan yang relevan dalam setiap pertanyaan yang diajukan auditor.
§ Memfasilitasi kebutuhan konfirmasi
kepada pihak ketiga sesuai kebutuhan dari auditor.
§ Menyediakan dokumen-dokumen yang
relevan dengan partai politik dan dokumen keuangan seperti catatan akuntansi,
bukti transaksi, kontrak-kontrak, dokumen ketenagakerjaan, rekening Koran, akta
pendirian partai dan pengesahan oleh pemerintah serta dokumen relevan lainnya.
§ Memastikan keamanan dan kerahasiaan
dokumen pada saat proses audit yaitu dengan meminta KAP atau BPK menandatangani
formulir kesepakatan kerahasiaan. Meskipun kode etik KAP dan BPK rnengatur
mengenai kerahasiaan namun lebih baik jika partai membuat kesepakatan ini.
CONTOH
KASUS
Masalah
Akuntabilitas Keuangan Partai Politik yang
Ditemukan
Sumber : Transparency
International Indonesia : 2008
Masalah terbesar dari partai-partai politik
di Indonesia pada Pemilu 1999, terutama partai-partai baru, adalah masalah pembiayaan
kegiatan kampanye Pemilu, termasuk biaya untuk calon anggota legislatif
(caleg). Karena kesulitan ini maka banyak sekali caleg dari berbagai partai
politik yang membiayai sendiri kampanyenya. Selain itu, ada beberapa partai
yang mensyaratkan anggotanya yang ingin menjadi caleg untuk mengumpulkan uang
dengan jumlah minimum agar dimasukkan sebagai caleg. Dana-dana ini tidak
dilaporkan kepada bendahara partai sehingga tidak tercatat dalam catatan
penerimaan dana.
Masalah
lain yang kami temukan adalah bahwa laporan keuangan yang dilaporkan kepada KPU
tidak cukup terbuka (tidak full disclosure) dan tidak cukup mewakili
kegiatan partai tersebut secara nasional. Yang diaudit oleh auditor public adalah
hanya DPPnya saja, sedangkan cabang dan ranting tidak diaudit. Padahal ada
banyak dana yang beredar di cabang, di ranting ataupun di caleg yang tidak
dikelola oleh bendahara DPP, yang berarti dana-dana tersebut tidak tercatat
sebagai pemasukan oleh DPP, sehingga tidak diaudit dan tidak dilaporkan ke
publik. Lubang ini dipakai oleh partai untuk mengatasi batasan jumlah dana yang
dapat diberikan oleh individu dan perusahaan.
Persoalan lain adalah bahwa ada banyak
sumbangan yang diberikan secara spontan oleh para pendukung partai politik baik
dalam bentuk natura ataupun tunai. Sumbangan ini ada yang diberikan dalam
bentuk menyediakan berbagai fasilitas, dukungan kampanye, atau pengeluaran uang
tunai yang dikelola sendiri, dan sebagainya. Fasilitas yang disediakan misalnya
transportasi, untuk mengangkut masa pada saat rapat akbar atau untuk calon
legislatif dan presiden. Laporan sumbangan natura ini dilaporkan dengan sangat
tidak memadai bahkan ada yang tidak melaporkan sama sekali.
Beberapa contoh misalnya soal transportasi
calon presiden. Hampir semua kandidat presiden partai-partai besar melakukan
perjalanan kampanyenya dengan memakai helikopter. Kemudian dalam kendaraan
sehari-hari memakai mobil mewah, yang tiba-tiba saja muncul dan dipakai oleh si
kandidat padahal publik tahu bahwa mobil itu bukanlah kepunyaan sang kandidat.
Tetapi dalam laporan keuangan, publik tidak dapat melihat secara jelas pos
pengeluaran untuk membayar helicopter dan mobil mewah ini, padahal biayanya
pasti sangat besar. Golkar misalnya hanya melaporkan biaya perjalanan kampanye
hanya sebesar Rp 461.933.120. Angka ini tentu tidak mewakili perjalanan
petinggi-petinggi dan caleg-caleg serta calon presiden Golkar yang sangat
ekstensif pada waktu itu.
Sumbangan
natura lain yang tidak muncul di dalam laporan keuangan adalah biaya-biaya
rapat raksasa. Biaya-biaya ini antara lain biaya pengerahan massa dalam bentuk
pengangkutan (bus atau truk), membayar artis (penyanyi, pelawak, band, dan
sebagainya), panggung, dan sebagainya. Selain itu, dana pembuatan bendera,
poster, spanduk, dan iklan, hanya sedikit yang dilaporkan dalam laporan
keuangan. Kalau dilihat dari intensifnya dan ekstensifnya penyebaran informasi
dari partai-partai besar, maka dana tersebut secara logika awam pasti jauh
lebih besar dari yang dilaporkan, tetapi yang muncul dalam laporan keuangan
kampanye jauh lebih sedikit.
Untuk partai yang berkuasa, dalam hal ini
Golkar, sangat sulit untuk menemukan dan membedakan mana biaya yang ditanggung
rakyat yang dipakai pejabat pemerintah untuk kampanye Golkar. Biaya perjalanan
presiden, menteri, dan pejabat di bawahnya walaupun secara teori mereka sudah
tidak boleh lagi berkampanye, namun tetap dapat melakukan pertemuan untuk
kepentingan Golkar dalam perjalanan dinasnya. Selain itu, juga sangat sulit
untuk mencegah dipakainya dana publik untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat
karitatif. Kasus dana JPS yang disalurkan lewat partai politik yang berkuasa
pada saat itu, yakni Golkar, jelas-jelas telah melanggar etika dan aturan main
kampanye, tetapi sangat sulit untuk dideteksi.
Banyak
penyumbang tidak melaporkan nama dan alamatnya secara jelas. Bahkan menurut
para auditor, banyak sumbangan yang hanya menerakan kata-kata "Hamba
Allah" dalam kolom nama dan alamat penyumbang. Hal ini bisa dijadikan peluang
untuk memberikan sumbangan melewati batas maksimum yang diizinkan undang-undang
dengan memberikan sumbangan lebih dari satu kali dengan nama “Hamba Allah” tersebut.
Tentu petinggi partai tahu siapa yang memberikan sumbangan ini.
Ada
pinjaman dari pribadi yang melebihi batas maksimum sumbangan individu, namun
pinjaman ini tidak dengan akta perjanjian kapan dibayar dan untuk berapa lama.
Dugaan kami ini hanya digunakan sebagai taktik untuk menghindari batas maksimum
sumbangan individu.
Tidak
ada partai yang melaporkan dana kampanyenya lebih dari batas maksimum dana
kampanye yang ditetapkan KPU, yaitu sebesar Rp 110 milyar. Partai-partai kecil
pada umumnya
hanya melaporkan
penggunaan keuangan dari jumlah dana kampanye yang diterima dari pemerintah
yaitu sebesar Rp 150 juta saja atau yang Rp 1 milyar saja. Mungkin mereka tidak
berhasil menggalang dana dari publik, namun ada juga yang bersikeras menyatakan
bahwa kewajiban mereka membuat audit hanyalah sebatas audit untuk dana yang
mereka terima dari pemerintah saja.
Hampir semua
auditor yang mengaudit dana kampanye Pemilu 1999 tidak dapat mengeluarkan opini
mengenai pengelolaan keuangan partai politik peserta kampanye Pemilu. Hal ini
disebabkan karena partai-partai tidak mempunyai catatan keuangan yang memadai
dan memenuhi standar akuntansi yang dipakai umum, terutama di kantor-kantor
cabang dan ranting. Pencatatan yang baik hanya ada di bendahara DPP. Ini
merupakan kelemahan tetapi dapat pula dipakai sebagai taktik untuk menghindar
dari batasan-batasan yang disebutkan di atas.
Partai
politik tidak menyampaikan laporan keuangan yang standar, sebagaimana yang
disampaikan ke MA dan KPU, karena:
·
Didalam UU Partai Politik tidak ada
kewajiban partai politik menyampaikan laporan keuangan (dengan kata lain
didalam UU Partai Politik tidak ada kewajiban partai politik menyampaikan
laporan keuangan sesuai standar).
·
Standar akuntansi yang ada tidak cukup
menjadi pedoman bagi partai politik.